Senin, 11 Maret 2013

Manfaat Teh Untuk Kesehatan dan Pengobatan


Teh merupakan minuman yang sering kita jumpai sebagai pendamping hidangan di pagi hari dan sore hari. Rasanya yang khas dan menyegarkan menjadikan minuman yang satu ini memiliki banyak peminat. Saat ini, teh sudah menjadi bagian kehidupan masyarakat, sangat mudah di jumpai, namun taukah anda bahwa manfaat teh bagi kesehatan dan pengobatan sudah ada sejak jaman dulu kala.

Menurut situs wikipedia di negeri asal kelahiran teh yaitu China, teh sering kali dijadikan sebagai tanaman obat dan penangkal racun. Teh sendiri hadir sejak abad 8 SM itupun keberadan teh sudah dikenal ribuan tahun disana. Teh pun menyebar ke Jepang hingga negara-negara lainya.

manfaat teh

Berikut ini beberapa manfaat teh untuk kesehatan dan pengobatan:

1. Mencegah berbagai jenis Kanker
Teh adalah minuman yang dikenal kaya akan antioksidan yang sangat baik bagi tubuh. Antioksidan pada teh epigallocatechin gallate (EGCG) akan bermanfaat mencegah dan mematikan sel-sel kanker pada tubuh. Konsumsi teh dengan tujuan ini sebaiknya dikonsumsi tanpa menggunakan gula, sebaiknya yang dikonsumsi bukan teh celup, malinkan teh alami berupa daun-daun teh untuk direndam.

2. Menurunkan resiko Jantung
Menurut penelitian University of L’Aquila tentang teh, bahwa dengan minum hanya satu cangkir teh biasa per hari dapat membantu melindungi diri dari penyakit kardiovaskuler. Teh mengandung flavonoid quercetin, kaempferol, dan myricetin yang bermanfaat untuk meningkatkan reaktivitas pembuluh darah, menurunkan tekanan darah dan pengerasan pada arteri, yang berdampak pada kesehatan jantung.

3. Mengecilkan dan mengobati tumor
kandungan senyawa flavonoid yang ada pada teh hijau yaitu EGCG bermanfaat untuk menyusutkan tumor. Hal tersebut telah di ujicoba di laborat. Ekstrak teh hijau mampu mengurangi dan menyusutkan ukuran berbagai jenis tumor. Bahkan beberapa kasus membuktikan bahwa tumor tersebut dapat hilang sama sekali dari tubuh.

4. Menurunkan tekanan darah
Jenis teh yang bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah adalah teh hitam. Dengan mengkonsumsi teh ini secara teratur maka anda bisa menurunkan tekanan darah. Sebaiknya pada saat pengobatan dengan teh hitam ini, hentikan konsumsi obat penurun tekanan darah jenis apapun.


5. Meningkatkan metabolisme tubuh
Menurut hasil uji klinis yang dilakukan oleh Universitas Jenewa dan Universitas Birmingham bahwasanya teh hijau bermanfaat meningkatkan tingkat metabolisme, kecepatan oksidasi lemak, sensitivitas insulin dan toleransi glukosa. Kandungan polifenol katekin pada teh hijau bersifat thermogenesis (menghangatkan tubuh), dan bermanfaat meningkatkan pengeluaran energi.

6. Menghilangkan Stress
Menurut penelitian University College London, minum teh hitam dapat menurunkan hormon stres (kortisol) yang muncul ketika seseorang mengalami stress. Pada penelitian tersebut subyek yang telah minum 4 cangkir teh hitam setiap hari selama 6 minggu mengalami penurunan kortisol 20% lebih besar dibandingkan kelompok biasa.

7. Menyembuhkan radang usus
Beberapa pengamatan menyatakan bahwa teh hijau telah terbukti dapat mengurangi dan memulihkan peradangan usus. Efek ini merupakan dampak dari kandungan polifenol pada teh hijau yang menghambat reaksi inflamasi.

8. Menurunkan berat badan dan mencegah obesitas
Mengkonsumsi teh hijau dengan teratur akan membuat anda akan terhindar dari kelebihan berat badan atau obesitas. Dengan minum teh hijau setiap hari sebanyak lima gelas, aka akan membuat anda terhindar dari kegemukan dan menjaga tubuh anda tetap ideal.

9. Mengatasi bau mulut
Menurut para peneliti dari Universas Illinois di Chicago mereka menyatakan bahwa polifenol membantu menghambat pertumbuhan bakteri yang menyebabkan timbulnya bau mulut tak sedap.

10. Menjaga kesehatan Gigi
Penyebab adanya plak gigi dikarenakan adanya lebih dari 300 jenis bakteri yang menempel pada permukaan gigi, akhirnya menyebabkan gigi berlubang. Plak gigi juga sebagai penyebab utama penyakit gusi. Kandungan Polifenol pada teh dapat membunuh atau menekan pertumbuhan bakteri penyebab plak.

Demikianlah sebagian kecil dari manfaat teh dari sekian banyak manfaatnya yang baik untuk kesehatan dan pengobatan berbagai jenis penyakit.  Silahkan mencoba dan mulailah menikmati teh layaknya budaya di China dan Jepang. Seduhan teh hangat tanpa gula menjadikan kenikmatan teh benar-benar terasa. Nikmati teh hangat di pagi ataupun di sore hari dan nikmati pula berbagai  manfaat yang tanpa anda sadari bagi kesehatan tubuh.


Bacaan lain:
1. Pengetahuan Laptop
2. Serba serbi CPNS
3. Cerita Lucu
4. Teknologi Seluler
5. Elektronika

Sabtu, 02 Maret 2013

Manfaat Teh Untuk kecantikan Wajah

Manfaat teh untuk kecantikan wajah

 Kenikmatan teh hijau tidak hanya untuk dirasakan tetapi juga bermanfaat untuk mempertahankan dan merawat kecantikan alami wajah dan tubuh.

Minum teh selain bermanfaat untuk kesehatan, juga memiliku khasiat lain untuk merawat kecantikan secara alami dan tradisional. Teh hijau memiliki kamdungan zat yang sangat banyak dan setiap zat mempunyai peran berbeda bagi tubuh. Berikut beberapa cara menikmati teh untuk kecantikan wajah dan tubuh Anda.

Wajah
Kandungan antioksidan yang dimiliki oleh teh ternyata mampu membuat kulit wajah menjadi lebih terlihat segar dan cerah. Dan berikut cara mengolah teh untuk merawat wajah dan mata.

Untuk melembapkan kulit dan menghindari kulit kering. Buat masker teh dengan campuran oatmeal dan lemon, caranya dengan campurkan beberapa sendok air teh dengan beberapa tetesan jeruk lemon kedalam 3 sendok oatmeal. Setelah itu balurkan keseluruh bagian wajah sambil dipijat ringan dengan gerakan tangan memutar agar aliran darah pada wajah lancar. Setelah itu, diamkan selama 15 menit, lalu basuh dengan air dingin.

Selain merawat kecantikan kulit wajah, teh hijau pun mampu mengurangi kantung hitam pada bawah mata. Kandungan tanin yang terdapat pada teh hijau mampu mengurangi bengkak dan mengembalikan kesegaran kulit disekitar mata. Gunakan kantung teh setelah diseduh dengan air panas, kompres dibagian bawah mata diamkan selama 20 menit.

Rambut
Manfaat teh hijau lainnya adalah mempertahankan keindahan dan kesehatan rambut karena rambut adalah mahkota setiap wanita yang harus selalu dijaga keindahannya. Dan cara agar rambut dapat lebih kuat, sehat dan bersinar, dapat diperoleh dengan menggunakan teh hijau yang telah diendapkan semalaman tanpa gula, lalu gosokan air teh hijau tersebut pada seluruh bagian rambut, diamkan selama 15 menit setelah itu bilas dengan sampo. Kandungan pathenol pada teh hijau pun mampu mengurangi rambut pecah dan bercabang.

Tubuh
Satu lagi khasiat teh hijau bagi tubuh, yaitu kandungan antioksidan pada teh mampu menangkal radikal bebas pemicu kerutan. Oleh karena itu hindari buruknya radikal bebas dengan merawat kulit tubuh dengan teh hijau. Caranya dengan seduh teh hijau dengan air panas, tunggu hingga dingin setelah itu saring ampas teh hijau dengan kain lembut.

Lalu kompres bagian tubuh sebelum melakukan aktivitas diluar ruangan. Ini pun mampu menangkal dan melindungi kulit tubuh dari bahya radiasi sinar ultraviolet B atau lebih dikenal dengan UVB yang buruk bagi kulit tubuh.

Selain itu teh hijau pun mampu menghilangkan bau pada bagian kaki dan ketiak. Caranya gunakan ampas teh hijau yang sebelumnya telah diseduh dengan air panas, tunggu hingga sedikit dingin, lalu ampas tersebut usapkan pada daerah ketiak tunggu selama 5 menit setelah itu bilas. Dan untuk menetralkan aroma tidak sedap pada kaki, gunakan air seduhan teh hijau lalu rendam kaki selama 20 menit.
(dat06/tabloidnova)

Manfaat Teh Untuk Kesehatan dan Pengobatan


Kamis, 28 Februari 2013

Kebun Teh Pagar Alam

Kebun Teh Pagar Alam


Pagaralam, Kota Pagaralam memiliki wisata yang cukup banyak, salah satunya adalah kebun teh, kebun teh tersebut memberikan pemandangan hijau yang cukup menyejukan mata bagi yang memandang, bahkan saya rasanya ingin terus memandangi indahnya perkebunan teh di lereng gunung dempo tesebut dengan luas lahan sekitar 1.328 H, memang kota tersebut merupakan kota sejuta keindahan dan pesona alam yang menawan, tak heran kota tesebut menjadi kota tempat para wisatawan berkunjung di hari libur.
Bagi anda yang sedikit takut pada ulat anda mungkin harus sedikit berhati-hati jika ingin berjalan-jalan di tengah kebun teh yang iindah ini karena disini juga terdapat banyak ulat daun.
Namun anda tidak perlu terlalu kuatirakan hal itu, karena biasanya petani disini selalu menyemprotkan cairan pembasmi sehingga anda dapat berjalan di tengah kebun dengan aman. Rasanya ada yang kurang jika anda tidak berfoto di sana jika anda sudah berada disana. Pemandangan idi sana sangat indah untuk anda mengambil gambar.
Tentunya hasilnya akan sangat memuaskan karena anda dapat berfoto di tengah kebun kopi dengan latar belakang gunung Dempo. Anda mungkin dapat meniru pose seperti yang dilakukan kesua wisatawan ini. Cukup indah dilihat bukan? bayangkan jika anda ada di dalam foto itu.

Minggu, 10 Februari 2013

Tanam Teh Arab, Siap-siap Dipidana


Ditulis oleh Mangasi Butarbutar   
Jumat, 08 Pebruari 2013 22:30 


Starberita - Jakarta, Badan Narkotika Nasional (BNN) terus mensosialisasikan larangan menanam tumbuhan khat kepada masyarakat. BNN memberi pemahaman bahwa tanaman tersebut termasuk jenis narkoba yang sesuai undang-undang haram ditanam.
"Saat ini kami sedang melakukan edukasi, baik masyarakat maupun aparat," kata Kepala Humas BNN, Komisaris Besar Sumirat Dwiyanto di Jakarta, Jumat 8 Februari 2013.Dalam uji laboratorium yang dilakukan, daun khat mengandung zat Katinona yang masuk narkotika golongan I.

Sumirat mengakui, saat ini masih banyak masyarakat yang belum tahu bahwa khat yang mereka tanam termasuk kategori dilarang. Warga mengenal tanaman yang mengandung zat Katinona ini sebagai "teh Arab". Tak hanya ditanam, tumbuhan ini juga hidup liar di pekarangan dan kebun-kebun warga.

BNN, kata Sumirat, akan menggandeng pemerintah daerah untuk memberikan edukasi kepada masyarakat. Sosialisasi dengan berbagai bentuk, baik brosur maupun sticker untuk memberitahukan bahwa tanaman itu berbahaya. "Kami bersyukurnya ditemukan saat ini. Kalau ditemukan 5-10 tahun ke depan, berapa jumlah anak bangsa yang kena," ucap dia.

Sosialisasi larangan menanam khat ini akan dilakukan hingga tahun ini. Selama sosialisasi ini, BNN masih memberi toleransi kepada masyarakat untuk memusnahkan khat yang ditanam. Jika masa sosialisasi selesai dan masih ada masyarakat yang menanamnya, BNN akan melakukan tindakan tegas."Setelah kami lakukan edukasi, sosialisasi dan masih ada juga yang menanam, maka akan kami pidana, itu sesuai dengan ketentuan Undang-undang Narkotika di mana mereka mengetahui dan memiliki dengan sengaja," kata Sumirat.
Khat bukanlah tanaman asli Indonesia. Tumbuhan ini berasal dari Afrika Timur dan Tengah, serta sebagian Jazirah Arab. Khat masuk ke Indonesia melalui para wisatawan dari Timur Tengah pada 2005. Sejak itulah, tanaman ini mulai tumbuh di Indonesia.

Ada dua jenis tanaman ini, berbatang hijau dan ada merah. Tinggi tumbuhan khat bisa mencapai 2 meter. Sementara, bentuk daunnya tidak jauh berbeda dengan daun salam, atau pun kembang rose. Khat bisa tumbuh optimal di lingkungan dengan cuaca sejuk atau dingin. Di Indonesia, tanaman ini diketahui banyak ditanam di kawasan Cisarua, Bogor, Jawa Barat.

Pada 30 Januari 2013, ribuan batang tanaman khat ditemukan di wilayah Bogor. Tanaman yang ditanam di kampung Impres Pasir Tugu, Desa Cibiru, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor itu, berhasil dimusnahkan oleh BNN dan Kepolisian.

Di Cisarua, khat juga ditanam di vila-vila. "Ditanam di halaman rumah oleh penjaga, ada ribuan tanaman namun belum sampai dibudidayakan," ungkap Direktur Narkoba Polda Jawa Barat, Komisaris Besar Polisi Hafriono.

Bagi warga Cisarua, tumbuhan khat menjadi komoditas yang menggiurkan. Sebagian masyarakat di sini bahkan menjadikan khat sebagai mata pencaharian utama. Pembeli tumbuhan khat mayoritas adalah warga keturunan Timur Tengah yang tengah berlibur di daerah Puncak, Cisarua, Bogor. Mereka biasa mendapatkan informasi tentang tumbuhan khat dari sopir-sopir travel setempat.

Jika dijual, harga tumbuhan tersebut cukup tinggi. Penduduk Cisarua biasanya menjual daun khat dengan harga kisaran Rp30 ribu untuk batang berwarna hijau dan Rp200 ribu untuk batang yang berwarna merah per satu kantong kecil atau berberat 250 gram. Sehingga wajar saja, saat BNN hendak menyita ladang yang menanam tumbuhan ini, para warga sempat menolaknya.
Mereka sempat minta ganti rugi kepada BNN apabila tanamannya diambil. Namun, setelah BNN melakukan penyuluhan kepada para penduduk bahwa pohon tersebut merupakan salah satu jenis tanaman terlarang, warga bersedia memberikan tanamannya.

Saat itu pula, BNN mengimbau penduduk untuk melaporkan jika masih ada usaha menanam khat secara sengaja. "Tolong dilaporkan jika ada informasi apapun terkait kegiatan orang yang menggarap lahan untuk menanam tumbuhan jenis itu. Kami minta warga bisa mengerti," ucap Sumirat.

Di beberapa negara Afrika dan Arab, daun ini tidak dilarang untuk dikonsumsi. Daun ini bahkan sudah lama dikonsumsi dengan cara dikunyah. Khat banyak dikonsumsi kelompok pekerja seperti pengemudi kendaraan bermotor dan pengemudi truk karena bisa mengurangi rasa kantuk, terutama saat menyetir dalam jarak jauh.

Namun, perilaku mengemudi para sopir yang mengkonsumsi daun khat dinilai berbahaya. Dalam catatan WHO, secara global, kecelakaan lalu lintas akibat sopir yang mengunyah khat sangat signifikan.Efek stimulan dari daun khat yang dikunyah oleh sopir di Afrika Timur dan Jazirah Arab menjadi kontributor utama kecelakaan lalu lintas di jalan.

Di Ethiopia contohnya. Tingkat kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kematian di negera itu sangat tinggi. Lembaga lalu lintas Ethiopian National Road Safety Coordination Office menyebutkan, sedikitnya terjadi 114 kasus kematian yang melibatkan 10.000 kendaraan setiap tahunnya.(VNC/MBB)

Rabu, 06 Februari 2013

Tea

From Wikipedia, the free encyclopedia

Tea is an aromatic beverage commonly prepared by pouring hot or boiling water over cured leaves of the tea plant, Camellia sinensis. After water, tea is the most widely consumed beverage in the world. It has a cooling, slightly bitter, astringent flavour that many people enjoy.

Tea likely originated in Yunnan, China during the Shang Dynasty (1500 BC–1046 BC) as a medicinal drink. Tea was first introduced to Portuguese priests and merchants in China during the 16th century. Drinking tea became popular in Britain during the 17th century. The British introduced tea to India, in order to compete with the Chinese monopoly on tea.

Tea has been promoted for having a variety of positive health benefits, though generally these benefits have not been adequately demonstrated in humans. The phrase "herbal tea" usually refers to infusions of fruit or herbs made without the tea plant, such as rosehip tea, chamomile tea or rooibos tea. Alternative phrases for this are tisane or herbal infusion, both bearing an implied contrast with "tea" as it is construed here.

Cultivation and harvesting

Camellia sinensis is an evergreen plant that grows mainly in tropical and subtropical climates. Some varieties can also tolerate marine climates and are cultivated as far north as Pembrokeshire in the British mainland and Washington in the United States.

ea plants are propagated from seed and by cutting; it takes about 4 to 12 years for a tea plant to bear seed, and about three years before a new plant is ready for harvesting. In addition to a zone 8 climate or warmer, tea plants require at least 127 cm (50 inches) of rainfall a year and prefer acidic soils. Many high-quality tea plants are cultivated at elevations of up to 1,500 m (4,900 ft) above sea level: at these heights, the plants grow more slowly and acquire a better flavor.

Only the top 1-2 inches of the mature plant are picked. These buds and leaves are called "flushes". A plant will grow a new flush every seven to 15 days during the growing season, and leaves that are slow in development always produce better-flavored teas.



A tea plant will grow into a tree of up to 16 m (52 ft) if left undisturbed, but cultivated plants are pruned to waist height for ease of plucking.


Two principal varieties are used: the China plant (C. s. sinensis), used for most Chinese, Formosan and Japanese teas (but not Pu-erh); and the clonal Assam tea plant (C. s. assamica), used in most Indian and other teas (but not Darjeeling). Within these botanical varieties, there are many strains and modern Indian clonal varieties. Leaf size is the chief criterion for the classification of tea plants, with three primary classifications being: Assam type, characterized by the largest leaves; China type, characterized by the smallest leaves; and Cambod, characterized by leaves of intermediate size.

Processing and classification

Teas can generally be divided into categories based on how they are processed. There are at least six different types of tea: white, yellow, green, oolong (or wulong), black (called red tea in China), and post-fermented tea (or black tea for the Chinese) of which the most commonly found on the market are white, green, oolong, and black. Some varieties, such as traditional oolong tea and Pu-erh tea, a post-fermented tea, can be used medicinally.

After picking, the leaves of C. sinensis soon begin to wilt and oxidize, unless they are immediately dried. The leaves turn progressively darker as their chlorophyll breaks down and tannins are released. This enzymatic oxidation process, known as fermentation in the tea industry, is caused by the plant's intracellular enzymes and causes the tea to darken. In tea processing, the darkening is stopped at a predetermined stage by heating, which deactivates the enzymes responsible. In the production of black teas, the halting of oxidization by heating is carried out simultaneously with drying.


Without careful moisture and temperature control during manufacture and packaging, the tea may become unfit for consumption, due to the growth of undesired molds and bacteria. At minimum, it may alter the taste and make it undesirable.

Blending and additives

Although single estate teas are available, almost all teas in bags and most other teas sold in the West are now blends. Blending may occur in the tea-planting area (as in the case of Assam), or teas from many areas may be blended. The aim of blending is to obtain better taste, higher price, or both, as a more expensive, better-tasting tea may cover the inferior taste of cheaper varieties.

Some teas are not pure varieties, but have been enhanced through additives or special processing. Tea is highly receptive to inclusion of various aromas; this may cause problems in processing, transportation, and storage, but also allows for the design of an almost endless range of scented and flavored variants, such as bergamot (Earl Grey), vanilla, and caramel.

Content

Tea contains catechins, a type of antioxidant. In a freshly picked tea leaf, catechins can comprise up to 30% of the dry weight. Catechins are highest in concentration in white and green teas, while black tea has substantially fewer due to its oxidative preparation. Research by the U.S. Department of Agriculture has suggested the levels of antioxidants in green and black tea do not differ greatly, as green tea has an oxygen radical absorbance capacity (ORAC) of 1253 and black tea an ORAC of 1128 (measured in μmol TE/100 g). Antioxidant content, measured by the lag time for oxidation of cholesterol, is improved by the cold water steeping of varieties of tea.



Tea also contains L-theanine, and the stimulant caffeine at about 3% of its dry weight, translating to between 30 mg and 90 mg per 8 oz (250 ml) cup depending on type, brand, and brewing method.



Tea also contains small amounts of theobromine and theophylline. Due to modern environmental pollution, fluoride and aluminium have also been found to occur in tea, with certain types of brick tea made from old leaves and stems having the highest levels. This occurs due to the tea plant's high sensitivity to and absorption of environmental pollutants.



Although tea contains various types of polyphenols and tannin, it does not contain tannic acid. Tannic acid is not an appropriate standard for any type of tannin analysis because of its poorly defined composition.

Origin and history

Tea plants are native to East and South Asia, and probably originated around the meeting points of the lands of northeast India, north Burma and southwest China. Statistical cluster analysis, chromosome number (2n=30), easy hybridization, and various types of intermediate hybrids and spontaneous polyploids indicates that there is likely a single place of origin for Camellia sinensis, an area including the northern part of Burma, and Yunnan and Sichuan provinces of China. According to The Story of Tea, tea drinking likely began in modern day Yunnan province during the Shang Dynasty (1500 BC–1046 BC), as a medicinal drink. From there, the drink spread to Sichuan, and it is believed that there "for the first time, people began to boil tea leaves for consumption into a concentrated liquid without the addition of other leaves or herbs, thereby using tea as a bitter yet stimulating drink, rather than as a medicinal concoction."

Although there are tales of tea's first use as a beverage, no one is sure of its exact origins. A Chinese inventor (name unknown)was the first person to invent a tea shredder. The first recorded drinking of tea is in China, with the earliest records of tea consumption dating to the 10th century BC. The earliest credible record of tea drinking dates to the 3rd century AD, in a medical text by Hua T'o, who stated that "to drink bitter t'u constantly makes one think better." Another early reference to tea is found in a letter written by the Qin Dynasty general Liu Kun. Chinese legends attribute the invention of tea to Shennong during 3000 BC. It was already a common drink during the Qin Dynasty (third century BC) and became widely popular during the Tang Dynasty, when it was spread to Korea, Japan and Vietnam.

Tea was first introduced to Portuguese priests and merchants in China during the 16th century, at which time it was termed chá. In 1750, tea experts travelled from China to the Azores, and planted tea, along with jasmines and mallows, to give it aroma and distinction. Both green and black tea continue to grow in the islands, which are the main suppliers to continental Portugal. Catherine of Braganza, wife of Charles II, took the tea habit to Great Britain around 1660, but tea was not widely consumed in Britain until the 19th century. In Ireland, tea had become an everyday beverage for all levels of society by the late 19th century, but it was first consumed as a luxury item on special occasions, such as religious festivals, wakes, and domestic work gatherings such as quiltings.



The first European to successfully transplant tea to the Himalayas, Robert Fortune, was sent by the East India Company on a mission to China to bring the tea plant back to Great Britain. He began his journey in high secrecy as his mission occurred in the lull between the two Anglo-Chinese Wars or opium wars, and westerners were not in high regard at the time.



Tea was first introduced into India by the British, in an attempt to break the Chinese monopoly on tea. The British, "using Chinese seeds, plus Chinese planting and cultivating techniques, launched a tea industry by offering land in Assam to any European who agreed to cultivate tea for export." Tea was originally only consumed by anglicized Indians, it was not until the 1950s that tea grew widely popular in India through a successful advertising campaign by the India Tea Board.

Health effects

Tea contains a large number of potentially bioactive chemicals, including flavinoids, amino acids, vitamins, caffeine and several polysaccharides, and a variety of health effects have been proposed and investigated It has been suggested that green and black tea may protect against cancer, though the catechins found in green tea are thought to be more effective in preventing certain obesity-related cancers such as liver and colorectal while both green and black tea may protect against cardiovascular disease.

Numerous recent epidemiological studies have been conducted to investigate the effects of green tea consumption on the incidence of human cancers. These studies suggest significant protective effects of green tea against oral, pharyngeal, esophageal, prostate, digestive, urinary tract, pancreatic, bladder, skin, lung, colon, breast, and liver cancers, and lower risk for cancer metastasis and recurrence.



Preliminary lab studies show that “a wide variety of commercial teas appear to either inactivate or kill viruses,” reports Reuters Health Information. Several types of green and black teas, regular and iced, were tested on animal tissues infected with such viruses as herpes simplex 1 and 2 and the T1 (bacterial) virus. According to researcher Dr. Milton Schiffenbauer of Pace University in New York, “iced tea or regular tea does destroy or inactivate the [herpes] virus within a few minutes.” Similar results were obtained with the T1 virus. 

The word "tea"

The Chinese character for tea is 茶. It is pronounced differently in the various Chinese languages. Most pronounce it along the lines of cha (Mandarin has chá), but the Min varieties along the central coast of China and in Southeast Asia pronounce it like te. These two pronunciations of the Chinese word for tea have made their separate ways into other languages around the world:
  • Te is from in the Amoy language, spoken in Fujian Province and Taiwan. It reached the West from the port of Xiamen (Amoy), once a major point of contact with Western European traders such as the Dutch, who spread it to Western Europe.
  • Cha is from the Cantonese chàh, spoken in Guangzhou (Canton) and the ports of Hong Kong and Macau, also major points of contact, especially with the Portuguese, who spread it to India in the 16th century. The Korean and Japanese words cha come from the Mandarin chá.
The widespread form chai comes from Persian چای chay. This derives from Mandarin chá, which passed overland to Central Asia and Persia, where it picked up the Persian grammatical suffix -yi before passing on to Russian, Arabic, Urdu, Turkish, etc.



English has all three forms: cha or char (both pronounced /ˈɑː/), attested from the 16th century; tea, from the 17th; and chai, from the 20th.

Languages in more intense contact with Chinese, Sinospheric languages like Vietnamese, Zhuang, Tibetan, Korean, and Japanese, may have borrowed their words for tea at an earlier time and from a different variety of Chinese, so-called Sino-Xenic pronunciations. Korean and Japanese, for example, retain early pronunciations of ta and da. Ta comes from the Tang Dynasty court at Chang'an: that is, from Middle Chinese. Japanese da comes from the earlier Southern Dynasties court at Nanjing, a place where the consonant was still voiced, as it is today in neighboring Shanghainese zo. Vietnamese and Zhuang have southern cha-type pronunciations.

Derivatives of te

Language Name Language Name Language Name Language Name Language Name
Afrikaans tee Armenian (Western Dialect) թեյ tey Euskara tea Catalan te Czech or thé (1)
Danish te Dutch thee English tea Esperanto teo Estonian tee
Faroese te Finnish tee French thé West Frisian tee Galician
German Tee Greek τέϊον téïon Hebrew תה, te Hungarian tea Icelandic te
Indonesian teh Irish tae Italian , thè or the Javanese tèh Khmer តែ tae
scientific Latin thea Latvian tēja Leonese Limburgish tiè Low Saxon Tee [tʰɛˑɪ] or Tei [tʰaˑɪ]
Malay teh Malayalam തേയില Thēyila Maltese Mongolian цай tsai Norwegian te
Occitan Polish herbata(2) Kannada ಟೀಸೊಪ್ಪು Tee-soppu Scottish Gaelic , teatha Sinhalese තේ
Spanish Scots tea [tiː] ~ [teː] Sundanese entèh Swedish te Tamil தேநீர் theneer (3)
Telugu తేనీరు theneeru Welsh te




 

Notes:
  • (1) or thé, but this term is considered archaic and is a literary expression; since roughly the beginning of the 20th century, čaj is used for "tea" in Czech language, see the following table
  • (2) from Latin herba thea
  • (3) neer means water; theyilai means "tea leaf" (ilai = leaf)